Motor Royal Enfield milik mantan Gubernur Ridwan Kamil (RK) yang disita belum diangkut penyidik KPK. Menurut juru bicara KPK Tessa Mahardhika, hal tersebut diperbolehkan sebagaimana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Awalnya, ia menjelaskan penyitaan dilakukan sebagai salah satu langkah menjaga nilai barang yang disita agar ketika dipulihkan, kerugian negara bisa kembali secara maksimal.
“Dalam penyitaan tersebut, sebagaimana diatur dalam KUHAP, penyidik berwenang untuk menempatkan barang sitaan di rumah penyimpanan benda sitaan negara atau Rupbasan, atau melakukan titip rawat atas barang yang disita kepada pihak lain, dalam hal ini pemilik atau penguasa barang tersebut,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Kamis (17/4).
Tessa menjelaskan bahwa titip rawat motor Ridwan Kamil yang disita tercatat dalam sebuah berita acara titip rawat penyitaan. Ditandatangani penyidik, Ridwan Kamil, dan saksi lainnya.
“Dalam berita acara titip rawat ini, disebutkan bahwa pihak penerima titip rawat penyitaan atau tertitip, memiliki kewajiban menjaga barang bukti yang dititip untuk dirawat secara baik,” tutur Tessa.
“Dengan ketentuan bahwa apabila sewaktu-waktu untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau peradilan, membutuhkan barang bukti tersebut, maka tertitip harus segera menyerahkan kepada penyidik atau penuntut dalam keadaan baik dan utuh sesuai dengan keadaan pada saat barang bukti tersebut dititipkan,” pungkasnya.
Saat ini, status motor tersebut masih dipinjampakaikan. Dengan kata lain, motor tersebut masih bisa digunakan oleh RK.
Motor itu disita sebagai hasil penggeledahan rumah RK yang berada di Bandung, Jawa Barat. Rumahnya digeledah untuk penyidikan kasus dugaan korupsi penempatan iklan Bank BJB di media pada 2021-2023.
Pada kurun waktu itu, BJB merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk bank yang dikelola divisi corsec. Nilainya kurang lebih sebesar Rp 409 miliar.
Anggaran itu dipakai sebagai biaya penayangan iklan di media, baik TV, cetak, maupun online. Bekerja sama dengan enam agensi.
Sebanyak enam agensi tersebut yakni, PT Antedja Muliatama, PT Cakrawala Kreasi Mandiri, PT Wahana Semesta Bandung Ekspress, PT Cipta Karya Mandiri Bersama, PT Cipta Karya Sukses Bersama, dan PT BSC Advertising.
KPK menemukan bahwa ada selisih pengeluaran uang BJB untuk agensi dengan uang dari agensi kepada media. Ada ketidaksesuaian pembayaran.
Dari anggaran Rp 409 miliar itu, hanya sekitar Rp 100 miliar yang benar-benar digunakan untuk iklan.
Terdapat selisih Rp 222 miliar yang kemudian fiktif. Dana tersebut diduga kemudian digunakan pihak BJB untuk memenuhi kebutuhan dana non-bujeter. Namun, KPK belum menjelaskan lebih lanjut mengenai dana tersebut, begitu juga sisa selisihnya.
Dalam kasus ini, KPK telah menjerat lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah:
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor. Kelima tersangka sudah dicegah ke luar negeri tetapi belum ditahan. Belum ada keterangan dari kelima tersangka itu mengenai perkara yang menjeratnya.