Ketua Dewan Pengawas Indonesia Business Council (IBC), Arsjad Rasjid, menilai bahwa perang tarif global, termasuk rencana tarif resiprokal terhadap mitra dagang AS, justru membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat peran dalam rantai pasok dunia.
Menurut Arsjad, banyak perusahaan global saat ini tengah mencari alternatif lokasi produksi akibat ketegangan dagang. Pada situasi ini, Indonesia dinilai punya posisi strategis karena tidak hanya memiliki sumber daya alam, tetapi juga sumber daya manusia yang kuat.
"Indonesia punya peluang untuk mengisi kekosongan itu. Kita bisa menjadi bagian dari supply chain global karena punya resources yang tidak semua negara miliki," ujar Arsjad dalam diskusi bersama media, Jumat (2/5).
Ia juga menyoroti keunggulan Indonesia dibanding negara lain seperti Vietnam, yang lebih bergantung pada pasar ekspor. Sebaliknya, struktur ekonomi Indonesia justru ditopang oleh pasar domestik yang besar.
"Pasar kita 75 persen domestik, 25 persen ekspor. Bahkan dari total ekspor itu, hanya sebagian kecil yang ke AS. Jadi posisi kita relatif lebih kuat dan fleksibel," ungkapnya.
Arsjad menilai ketahanan pasar domestik menjadi faktor utama yang menyelamatkan Indonesia dari berbagai krisis, termasuk Krisis Moneter 1998.
Karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk tidak panik menghadapi gejolak global seperti lonjakan harga emas atau pelemahan IHSG dan Rupiah.
Meski saat ini terjadi panic buying emas, menurut Arsjad, penting untuk menjaga sirkulasi uang tetap bergerak di sektor produktif agar ekonomi tidak terhambat.
"Kalau semua uang ditaruh di emas, tidak ada yang berputar, ekonomi bisa mandek. Kepanikan justru memperlambat pemulihan," ujarnya.