
PARTAI Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai pemmisahan pemilu tidak berpengaruh terhadap sistem kepengurusan partai. Namun, justru berdampak pada pemilih yang lelah.
"Pemilihnya capek. Ini dibuat dua kali, itu artinya ibarat mantenan itu ada jam pagi, jam sore," kata Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 4 Juli 2025.
Jazilul juga menekankan bahwa pemilu terpisah turut berdampak pada penambahan biaya. Tak hanya soal penyelenggaraan, tapi juga biaya yang dikeluarkan oleh partai peserta pemilu.
"Itu artinya konsumsinya, penyelenggaranya itu yang nambah biaya. Kita kan harus menyiapkan juga untuk saksinya di pilpres, saksinya juga di DPRD," ucap Jazilul.
Selain itu, Jazilul juga menyoal terkait Mahkamah Konstitusi (MK) yang tak mempertimbangkan kondisi keuangan negara ketika memutuskan pemilu terpisah. Apabila dilaksanakan serentak, maka biaya pemilu bisa ditekan negara.
"Karena putusan MK ini kan terkait dengan pemilu tapi implikasinya kepada pemerintah daerah kepada otonomi daerah kepada keuangan negara itu banyak implikasinya. Itu yang tidak dihitung dan tidak dilihat di dalam putusan," ucap Jazilul.
MK memutuskan mulai 2029, keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden (Pemilu nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota (Pemilu daerah atau lokal). Hal itu termuat dalam putusan 135/PUU-XXII/2024.
Sehingga, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai 'pemilu lima kotak' tidak lagi berlaku. (H-3)