
Sejarah Mbah Demang sering dikaitkan dengan festival rakyat Kirab Suran di Yogyakarta. Warga Jogja Barat yang berdomisili di Jalan Godean dan sekitarnya tentu sudah tidak asing dengan tradisi lokal ini.
Upacara tradisi Suran Mbah Demang dilaksanakan setiap bulan Suro tanggal 7. Acara ini telah menjadi kalender wisata tahunan di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Sejarah Mbah Demang yang Dikenang Masyarakat Yogyakarta

Sejarah Mbah Demang diawali dengan kelahirannya dengan nama asli Asrah. Dikutip dari buku Wisata Ziarah, Gagas Ulung (2013:72), Asrah dikenal sebagai anak nakal sehingga dititipkan pada Ki Demang Dawangan.
Asrah lalu diajarkan berlaku prihatin hingga dewasa. Dirinya lalu menjelma menjadi orang yang sakti dan dipercaya dapat menghalau kejahatan.
Asrah dewasa kemudian diangkat sebagai Demang (pimpinan) pabrik gula di Balangan, Jogja, dan berganti nama menjadi Demang Cokrodikromo. Dirinya berhasil memimpin pabrik gula dengan kebijaksanaan dan kesaktiannya.
Suatu saat, Demang Cokrodikromo atau Mbah Demang dibuat resah dan prihatin dengan kondisi masyarakat di sekitarnya. Di pabrik gula tempatnya bekerja terdapat klinik kesehatan khusus untuk orang Belanda.
Klinik tersebut hanya melayani orang Belanda, dan rakyat pribumi dilarang berobat. Padahal banyak orang pribumi di sekitar pabrik gula yang menderita sakit.
Adanya diskriminasi tersebut membuat Mbah Demang gundah dan berusaha menemukan solusi untuk membantu rakyat yang membutuhkan pengobatan. Dirinya yang biasa menjalani laku prihatin, lalu berpuasa dan bertirakat untuk memperoleh jalan keluar.
Hasil tirakatnya yaitu berupa perintah untuk membuat sumur di rumahnya. Setelah sumur dibuat, Mbah Demang mempersilakan siapa saja yang sakit dapat mengambil airnya untuk pengobatan.
Ternyata banyak masyarakat yang sembuh dari penyakitnya dengan mengkonsumsi air sumur milik Mbah Demang. Hingga kini, sumur tersebut dianggap keramat oleh masyarakat Yogyakarta.
Untuk mengenang jasa Mbah Demang, maka keluarga besar Cokrodikromo menyelenggarakan sebuah upacara adat dan Kirab Suran di bulan Suro.
Dalam pelaksanaannya, akan diadakan upacara kirab pusaka dan doa bersama yang dihadiri oleh ribuan masyarakat Jogja. Tradisi lalu ditutup dengan doa tahlil di pendapa, dan tabur bunga di makam Mbah Demang pada sore harinya.
Baca juga: Peninggalan Sultan Hasanuddin dan Sejarah Singkatnya
Sejarah Mbah Demang berkisah tentang pembuatan sumur yang digunakan untuk pengobatan pribumi. Atas jasanya tersebut, masyarakat Yogyakarta pun mengadakan Kirab Suran yang dilaksanakan pada setiap bulan Suro.(DK)