
Pemerintah Indonesia menjelaskan alasan evakuasi jenazah pendaki asal Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkap alasannya.
Ia menyebut medan Rinjani yang sulit serta cuaca ekstrem menjadi hambatan utama. Sehingga penyelamatan dengan helikopter tidak memungkinkan.
“Evakuasi telah dilakukan oleh tim SAR dibantu oleh relawan yang paham seluk-beluk sekitar Gunung Rinjani dan tidak mudah melakukan evakuasi ini karena lokasi yang tebingnya sangat curam, kemudian hutan tropis, dan angin yang bertiup kencang, ekstrem pada waktu itu,” kata Yusril dalam konferensi pers di Gedung Kemenko Kumham Imipas, Jakarta Selatan, Jumat (4/7).
"Sehingga tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan kecuali evakuasi dilakukan secara manual dan dilakukan secara vertikal ke atas," sambungnya.
Yusril menegaskan, permintaan keluarga korban agar evakuasi dilakukan dengan helikopter sulit diwujudkan.
“Jadi tidak bisa diharapkan seperti diminta oleh keluarga korban mengapa tidak dilakukan penyelamatan dengan menggunakan helikopter. Situasi Gunung Rinjani berbeda dengan Gunung Himalaya. Gunung Himalaya itu adalah daerah pegunungan bersalju, tidak banyak pohon," tuturnya.
"Berbeda dengan Gunung Rinjani yang diikuti oleh hutan tropis yang lebat dan cuaca ekstrem serta bukit yang terjal, sehingga sangat sulit menggunakan helikopter untuk melakukan evakuasi,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa jenazah Juliana ditemukan sekitar 600 meter dari titik jatuh setelah dideteksi melalui drone.
“Usaha untuk menyelamatkan juga dilakukan secara manual dan vertikal dan memakan waktu sampai 2-3 hari baru jenazah diselamatkan dan dievakuasi dari tempat SAR telah dibawa oleh pesawat angkatan udara Brasil dan telah tiba di Brasilia,” katanya.
Dari hasil otopsi di Denpasar, Bali, Ia menjelaskan Juliana meninggal 15 sampai 30 menit setelah tubuhnya terhempas di batu. Yusril menekankan, peluang penyelamatan sangat kecil.
“Secepat apa pun tubuh ditemukan, harapan untuk menyelamatkan jiwa korban itu sangat kecil kemungkinannya dapat dilakukan,” ucapnya.
Yusril juga menjelaskan bahwa pemerintah menghormati permintaan keluarga korban untuk dilakukan otopsi ulang di Brasil, meski menurutnya hasilnya tidak akan jauh berbeda.