
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra berharap insiden kematian Juliana Marins, pendaki asal Brasil, tidak mengganggu hubungan baik antara Indonesia dan Brasil.
Sebab, pihak keluarga Juliana meminta autopsi lanjutan untuk mencari apakah ada kelalaian yang mengakibatkan ia meninggal dunia. Jika ditemukan kelalaian, Brasil akan menempuh jalur hukum.
“Sekarang ini Presiden Prabowo Subianto tengah melakukan kunjungan resmi ke Brasil menghadiri pertemuan para pemimpin BRICS di sana dan kita mengharapkan dan mungkin bahwa semua pihak supaya kasus kematian, insiden kematian dari Juliana Marins ini tidak mengganggu hubungan baik antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Brasil,” ujar Yusril, di Gedung Kemenko Kumham Impipas, Jakarta Selatan, Jumat (4/7).
Yusril menjelaskan, pemerintah Indonesia berduka atas meninggalnya Juliana Marins di Gunung Rinjani. Saat ini, pemerintah masih terus menyelidiki meninggalnya pendaki berusia 26 tahun itu.
“Walaupun dari berbagai koordinasi yang kami lakukan, kami mengetahui bahwa memang pada saat kejadian cuaca sangat ekstrem di Rinjani dan kita ketahui bahwa Gunung Rinjani ini termasuk medan pendakian yang sulit. Selain berbatu terjal juga disekitari oleh hutan tropis yang lebat dan kemudian juga angin dan cuaca ekstrem sedang terjadi pada saat kejadian,” ungkapnya.
Menurut Yusril, proses evakuasi yang memakan waktu 2-3 hari dilakukan secara manual karena lokasi yang sulit dijangkau dan cuaca yang tidak memungkinkan penggunaan helikopter.
“Tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan kecuali evakuasi dilakukan secara manual dan dilakukan secara vertikal ke atas,” katanya.

Yusril juga memaparkan hasil otopsi Juliana yang dilakukan di Denpasar, Bali.
“Dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan meninggal itu antara 15 sampai 30 menit setelah tubuhnya terhempas di batu,” jelas Yusril.
Menanggapi permintaan keluarga korban untuk dilakukan otopsi ulang di Brasil, Yusril menyebut pemerintah Indonesia menghargai langkah tersebut.
“Pemerintah menghormati, menghargai keinginan dari keluarga untuk melakukan otopsi ulang ini untuk mendapatkan hasil yang diinginkan oleh keluarga, walaupun kami berpikir bahwa jika otopsi ulang dilakukan mengikuti metode yang sama berdasarkan standar forensik yang berlaku, sebenarnya hasilnya tidak akan jauh berbeda,” ujarnya
Yusril juga menegaskan hingga saat ini belum ada nota diplomatik resmi dari pemerintah Brasil terkait insiden ini. Tapi, ia meyakinkan bahwa pemerintah Indonesia terbuka jika Brasil ingin membentuk tim investigasi bersama.
“Joint investigation itu akan mengungkapkan fakta yang sebenarnya terjadi, dan ini dilakukan oleh kedua pihak secara terbuka, fair, adil dan menurut hukum yang berlaku dan apa pun nanti kesimpulan dari joint investigation jika disetujui oleh pemerintah Brasil maka akan diungkapkan kepada publik di Indonesia maupun juga akan diungkapkan kepada publik di Brasil agar masalah ini menjadi jelas bagi kedua masyarakat,” pungkasnya.