Liputan6.com, Jakarta Bayern Munchen baru saja mencetak sejarah kelam untuk Auckland City dengan kemenangan telak 10-0 di Piala Dunia Antarklub 2025. Kiper Conor Tracey, yang sehari-hari bekerja sebagai distributor obat hewan, harus memetik bola dari gawangnya tujuh kali sebelum jeda.
Turnamen yang diusung FIFA sebagai "The Best vs The Best" ini justru mempertontonkan kesenjangan ekstrem antara klub elite Eropa dengan wakil Oceania. Auckland City, klub semi-profesional dengan anggaran terbatas, harus merogoh kocek dua kali lipat dari pendapatan tahunan mereka hanya untuk berpartisipasi.
Di balik skor telak tersebut, tersimpan kisah inspiratif para pemain Auckland yang rela cuti tanpa bayaran dari pekerjaan utamanya. Lantas, apakah format baru ini benar-benar adil atau sekadar pemanis bagi dominasi klub Eropa?