Dekan FK Undip Akui Ada Pungutan Rp 20-40 Juta di PPDS Anastesi

6 days ago 1
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) dr Yan Wisnu Prajoko mengakui adanya pungutan Rp 20-40 juta bagi peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) prodi anastesi. Iuran PPDS anestesi Undip dibayar setiap bulan selama semester pertama.

"Jadi mereka itu, di anestesi lah, kita ngomong di anestesi aja di semester pertama mereka per bulan mereka lebih kurang Rp 20 sampai Rp 40 juta per bulan untuk 6 bulan pertama," kata dr Yan Wisnu dalam konferensi pers, Jumat (13/9/2024).

Pungutan itu disebut digunakan untuk kebutuhan mahasiswa baru dan para senior selama menjalani PPDS di RSUP dr Kariadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di luar itu, pungutan tersebut juga dipergunakan untuk menyewa mobil dan kos sebagai operasional selama menjalani PPDS.

"Majority makan, mungkin 2/3-nya, kan tadi sampai bapak ibu tahu, mereka loading kerjanya berat kan kita makan tiga kali," sebut dr Yan.

Lebih lanjut, dr Yan mengaku pernah membatasi iuran itu dalam surat edaran pada 25 Maret 2024. Dalam surat edaran terkait pencegahan perundungan, iuran bagi mahasiswa PPDS dibatasi hanya Rp 300 ribu.

Bakal lakukan pembenahan

Baik pihak FK Undip maupun RSUP dr Kariadi berjanji akan melakukan evaluasi agar tak lagi terjadi perundungan di kalangan PPDS. Evaluasi tersebut akan dilakukan mulai dari proses rekrutmen sampai jam belajar.

dr Yan juga meminta agar proses PPDS anestesi yang sempat disetop di Undip terkait investigasi kasus bullying, segera dicabut. Ia menekankan Undip ingin ikut terlibat dalam proses pemenuhan dokter spesialis di Indonesia.

"Kami mohon dukungan pemerintah dan masyarakat untuk dapat melanjutkan PPDS di FK Undip, khususnya saat ini adalah program studi anestesi dan intensive care supaya kami dapat ikut berperan serta memberikan sumbangsih kepada negara untuk segera ikut serta memenuhi kebutuhan SDM dokter spesialis, agar terdistribusi merata di Nusantara," tukasnya.


(kna/kna)

Read Entire Article