
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menolak usulan terbaru Amerika Serikat terkait kesepakatan nuklir.
Ia menyebut tawaran itu bertentangan dengan kepentingan negaranya dan menegaskan program pengayaan uranium akan terus berlanjut.
“Tanpa pengayaan, program nuklir tidak ada gunanya,” ujar Khamenei dalam pidato yang disiarkan televisi nasional, Rabu (4/6), lapor AFP.
Ia juga mempertanyakan otoritas AS atas keputusan Iran.
“Siapa Anda yang bisa menentukan apakah kami boleh memiliki program nuklir atau tidak?”
Pernyataan ini muncul di tengah pembicaraan tak langsung antara Iran dan AS, yang dimediasi Oman.
Sejak April, kedua pihak telah menggelar lima putaran negosiasi untuk menyusun kesepakatan baru, menggantikan perjanjian nuklir 2015 yang ditinggalkan Presiden Donald Trump pada 2018.

Iran saat ini memperkaya uranium hingga 60 persen—jauh di atas batas 3,67 persen yang ditetapkan dalam kesepakatan 2015, namun belum mencapai level 90 persen yang dibutuhkan untuk senjata nuklir.
Khamenei menyebut pengayaan sebagai “kunci” program nuklir Iran. Sementara, AS dan negara-negara Barat menilai peningkatan ini sebagai ancaman.
Mereka khawatir Iran sedang mendekati kemampuan untuk membuat senjata nuklir, meski Teheran bersikeras programnya ditujukan untuk kepentingan sipil.
Trump sebelumnya menyatakan pemerintah AS tidak akan mengizinkan Iran memperkaya uranium “dalam bentuk apa pun”.
Laporan IAEA dan Tekanan Internasional

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) baru-baru ini melaporkan peningkatan produksi uranium Iran.
Dalam laporan terpisah, badan tersebut juga menyoroti kerja sama Teheran yang “kurang memuaskan”, terutama dalam menjelaskan keberadaan material nuklir di lokasi yang tidak dideklarasikan.
Laporan ini akan dibahas dalam pertemuan Dewan Gubernur IAEA di Wina pada akhir Juni.
Inggris, Prancis, dan Jerman—tiga negara Eropa yang masih terlibat dalam kesepakatan 2015—juga tengah mempertimbangkan untuk memicu mekanisme “snapback”, yang dapat mengembalikan sanksi PBB terhadap Iran jika dianggap tidak patuh.
Iran mengecam laporan IAEA, menuduhnya berat sebelah dan berdasarkan “dokumen palsu” yang disediakan Israel.
Jalan Panjang Tanpa Titik Temu

Sejak AS keluar dari perjanjian pada 2018 dan menjatuhkan kembali sanksi ekonomi, hubungan antara kedua negara terus memburuk.
Iran merespons dengan mempercepat aktivitas nuklirnya, sementara sanksi-sanksi baru terus diberlakukan Washington.
Kini, di tengah krisis ekonomi dan tekanan internasional, Iran tetap memilih bertahan pada jalurnya.
“Menunggu lampu hijau dari Amerika bukanlah kemerdekaan,” kata Khamenei, mengacu pada prinsip Revolusi Islam 1979.