
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyatakan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) berpotensi mengurangi tugas dan fungsi pemberantasan korupsi.
Dalam catatan KPK, setidaknya ada 17 poin permasalahan di RKUHAP yang dinilai menghambat kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi.
"Kami melihatnya ada potensi-potensi yang kemudian bisa berpengaruh terhadap kewenangan, bisa juga mungkin mengurangi kewenangan-kewenangan tugas dan fungsi daripada Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Setyo kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7).
Setyo menyebut bahwa KPK telah melakukan kajian dan focus group discussion (FGD) bersama dengan sejumlah pakar hukum untuk membahas RKUHAP tersebut.
"KPK sendiri sudah melakukan kajian FGD bersama beberapa pakar, membandingkan antara KUHAP kemudian beberapa informasi berdasarkan informasi DIM [Daftar Inventarisasi Masalah]," ucap Setyo.
"DIM ini kan berubah-berubah terus. Nah, beberapa hal yang perlu saya sampaikan dan perlu diantisipasi adalah masalah upaya paksa. Upaya paksa ini jangan sampai kemudian ini harus berkurang atau mungkin harus dikoordinir oleh pihak-pihak lain gitu," papar dia.

Setyo menjelaskan bahwa kewenangan KPK telah diatur di UU KPK yang meliputi pencegahan, pendidikan, hingga penindakan. Dengan kewenangan itu, ia menekankan mestinya keberadaan KUHAP dapat memperkuat upaya pemberantasan korupsi.
"RUU KUHAP ini penting menurut saya, saya anggap penting karena ini akan berlaku cukup lama, ini acuannya kan disebutkan bahwa saya baca DIM-nya mengacu kepada RPJP, Rencana Pembangunan Jangka Panjang," tutur Setyo.
"Nah, harapannya tidak hanya memikirkan sampai dengan 2045 saja, tapi jangka panjang sampai kapan pun nanti bahkan bisa di-update KUHAP itu, disesuaikan dengan kebutuhan, dengan sistem hukum yang berlaku, dengan tata cara atau tren perkembangan hukum yang ada di Indonesia," imbuh dia.
Oleh karenanya, Setyo pun meminta pemerintah bersama pembentuk undang-undang tidak terburu-buru mengesahkan dan bersikap transparan dalam pembahasan RKUHAP tersebut.
"Jadi, prinsipnya KPK berharap bahwa proses RUU KUHAP ini disusun secara terbuka. Artinya, terbuka itu transparan, semua bisa dilibatkan, ada partisipatif dari banyak pihak," ujar dia.
"Sehingga, bisa melihat pembuatan daripada RUU KUHAP itu memiliki semangat untuk membangun proses hukum yang bermanfaat, berkeadilan bagi seluruh masyarakat," pungkasnya.

Sebelumnya, KPK mengungkapkan ada 17 poin di dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dinilai bermasalah dan tak sinkron dengan kewenangan KPK di UU KPK.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut bahwa poin aturan yang dipermasalahkan itu ditemukan usai pihaknya melakukan diskusi dan kajian di internal lembaga.
Sejumlah poin permasalahan itu di antaranya terkait dengan aturan penyadapan, mereduksi kewenangan penyelidik, hingga aturan cegah ke luar negeri hanya untuk tersangka.