
Indonesia mulai melirik pasar baru untuk ekspor sawit. Ini diungkap oleh Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Arif Havas Oegroseno.
Kali ini, bukan Eropa atau Amerika yang diincar untuk komoditas sawit, tapi Afrika. Havas mengatakan, beberapa negara di Afrika sudah datang ke Indonesia untuk belajar mengembangkan sektor kelapa sawit.
“Afrika ini datang ke kita. Mereka minta, mereka mau belajar, mereka mau tahu cara kita membangun industri sawit, dari hulu sampai hilir,” kata Havas dalam acara Aprobi di Hotel Pullman Jakarta, Kamis (17/7).
Bukan cuma ekspor CPO seperti biasa, Indonesia justru melihat peluang untuk ikut menanam sawit dan membangun industri dari awal di sana.
Menurutnya, ini adalah strategi yang cerdas untuk menghindari hambatan dari pasar lama, terutama dari Uni Eropa yang semakin ketat dengan regulasi seperti EUDR (EU Deforestation Regulation).
“Kenapa kita tidak buka industri pupuk di Angola (Afrika), buka kebun sawit di Angola, produksi CPO di Angola. Dan kita yang ekspor keluar dari Angola” ujarnya.

Menurut Havas, jika Indonesia bisa beroperasi langsung di Afrika, maka ekspor dari sana akan lebih fleksibel dan tidak terikat ketat oleh aturan-aturan dari negara maju.
“Daripada kita kirim CPO dari Dumai ke Rotterdam yang bisa dikenakan macam-macam larangan, lebih baik kita ekspor dari Angola ke mana saja,” ungkapnya.
Selain menguntungkan secara ekonomi, strategi ini juga jadi bagian dari diplomasi ekonomi Indonesia. Bagi Havas, membangun kerja sama dengan negara-negara Afrika bisa membuka pasar baru, sekaligus meningkatkan citra Indonesia sebagai negara yang siap berbagi pengetahuan dan teknologi.
“Jadi kita bukan hanya bantu mereka, tapi kita juga bantu industri sawit kita sendiri untuk bisa berkembang di luar negeri,” kata dia.