
Saling serang Iran dan Israel membuat harga minyak mentah melonjak tajam dan berimbas ke banyak sektor. CEO Petronas Tengku Muhammad Taufik menyebut perang yang terus terjadi bisa berpotensi menimbulkan 'polycrisis' atau krisis majemuk yang mengancam keamanan energi global seperti saat COVID-19.
Harga minyak terpantau melonjak sejak Israel menyerang lebih dulu Iran pekan lalu yang kemudian dibalas Iran ke daerah sipil Israel. Saking panasnya, harga minyak sempat melesat 7 persen, tertinggi sejak 2022.
“Perubahan besar akibat konflik global, terobosan teknologi, dan perubahan iklim. Itulah yang Petronas sebut sebagai 'polycrisis',” ujar Taufik dalam sesi Leadership Dialogue 'Delivering Asia's Energy Transition di Energy Asia 2025, Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (16/6).
Karena itu, dia berharap negara-negara di Asia segera diversifikasi bisnisnya ke energi baru dan terbarukan (EBT). Petronas sendiri makin memfokuskan diri di bisnis energi hijau dengan terus menambah kapasitas terpasang.
Sepanjang 2024, perusahaan berhasil menambah kapasitas energi hijau menjadi 8 giga watt (GW), naik dari tahun sebelumnya hanya 2,9 GW.

Kekhawatiran soal perang di Timur Tengah juga disampaikan CEO Aramco Amin Nasser. Dia menegaskan peran migas tetap krusial dalam menjamin keamanan energi global meski dunia berada dalam transisi energi.
Dalam pidatonya secara online di Energy Asia 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (16/6), Nasser menekankan situasi geopolitik dan kebutuhan energi dunia saat ini menuntut pendekatan yang lebih realistis dalam menjalani transisi energi, sekalipun gas masuk dalam bauran energi karena lebih bersih daripada minyak.
"(Sejarah telah) menunjukkan kepada kita bahwa ketika konflik terjadi, pentingnya minyak dan gas tidak bisa diremehkan. Kita menyaksikannya secara langsung saat ini, dengan ancaman terhadap keamanan energi yang terus menimbulkan kekhawatiran global,” kata dia meski tidak menyebut langsung Iran dan Israel.
Sementara PM Anwar Ibrahim mengatakan ketidakpastian global saat ini bisa mengancam rantai pasok energi dunia, termasuk di kawasan Asia.
Anwar menyoroti sektor energi dan iklim menjadi yang paling rentan di tengah krisis global ini. Ia menyebut, alih-alih mendorong kolaborasi, negara-negara kini justru makin terpolarisasi akibat persaingan strategis dan kebijakan proteksionisme banyak negara.

"Keamanan energi masih belum dapat diakses oleh banyak pihak. Ketegangan seperti yang kita saksikan saat ini antara Iran dan Israel hanya memperparah kondisi global yang sudah rapuh,” kata Anwar di acara yang sama.
Di tengah situasi tersebut, ia menyerukan agar Asia merancang kerangka pendanaan yang komprehensif demi menarik investasi dalam skala besar untuk energi terbarukan. Ia menyoroti ironi bahwa Asia Tenggara hanya menerima dua persen dari total belanja energi bersih global pada 2023, meskipun kawasan ini kaya potensi seperti panas bumi, angin, surya, hingga air.
Mengutip Reuters, harga minyak hari ini kembali memanas usai serangan baru yang dilakukan oleh Israel dan Iran selama akhir pekan. Kondisi ini meningkatkan kekhawatiran bahwa konflik dapat meluas ke seluruh kawasan dan secara signifikan mengganggu ekspor minyak dari Timur Tengah.
Minyak jenis Brent naik USD 1,12 atau 1,5 persen menjadi USD 75,35 per barel pada pukul 00.19 GMT, sementara minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) AS naik USD 1,10 atau 1,5 persen menjadi USD 74,08 per barel.